Oleh: budiyana | Januari 29, 2009

Tentang Onrechtmatige daad

Onrechtmatige daad diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Pengertian PMH ini luas sekali bila “hukum” diartikan seluas-luasnya dan “perbuatan melanggar” dipandang dari berbagai sudut. Saya dapat sedikit temuan dalam praktik soal hal ini terutama PMH dalam lingkup perdata. Dalam lingkup hukum perdata, PMH ini sudah menjadi kebiasaan dalam praktik bahwa pasal yang menjadi acuan yaitu Pasal 1365 KUHPdt. Padahal bila membaca Pasal 1365 KUHPdt, istilah PMH tidak tercantum dan yang diatur sebenarnya menyangkut  ‘hak gugat ganti kerugian’.

Untuk membuktikan adanya suatu PMH ini, dalam pengertian Pasal 1365 KUHPdt, terdapat 4 elemen yang harus diujikan, yaitu: Perbuatan, Kesalahan, Kerugian, dan Pertangungjawaban (PK2P). Pengertian perbuatan bisa positif bisa negatif (diam). Kesalahan bisa sengaja atau karena kelalain, kerugian bisa bersifat materiel dan imateriel (cara menghitung kerugian tidak ada standar bakunya), dan terakhir adalah pertanggungjawaban. Ketika sudah ada elemen perbuatan, ada elemen kesalahan, dan ada elemen kerugian, maka pengujian selanjutnya adalah apakah kerugian dapat dipertanggungjawabkan kepada si tergugat?

Berdasarkan pengalaman praktik, saat ini mungkin sedang trend dalam hubungan industrial ketika sang pengusaha dikalahkan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) soal PHK, maka si pengusaha mencari-cari kesalahan buruh dan kemudian si pengusaha sambil mengajukan kasasi putusan PHI juga mengajukan gugatan PMH ganti kerugian berdasarkan Pasal 1365 KUHPdt ke PN. Dari perkara yang pernah dan sedang saya tangani, 1 perkara di PN Sukabumi dan 3 perkara di PN Bandung, maka dalam surat gugatannya si pengusaha menuntut nominal gugatan ganti kerugian melebihi  apa yang menjadi kewajiban pembayaran si pengusaha kepada buruh yang telah diputus di PHI. Misal putusan PHI si pengusaha diwajibkan membayar pesangon 87 juta ke buruh atas PHK sepihak, maka si pengusaha sambil menunggu proses kasasi juga menggugat buruhnya ke PN dengan tuntutan ganti kerugian 115 juta. Bahkan ada yang spektakuler,,total pesangon wajib dibayar pengusaha di putusan PN 2 milyar lebih, pengusaha menggugat ganti kerugian di PN sebesar 5 milyar (3 milyar kerugian materiel, dan 2 milyar kerugian imateriel). Apa yang terjadi bila gugatan PN ini dikabulkan?

Penanganan perkara model ini jarang sekali upaya eksepsi diterima, hakim PN berdalih masih merupakan kewenangan PN dan pemeriksaan perkara dilanjutkan. Upaya Mediasi di pengadilan juga sulit berhasil, sebab prinsip si pengusaha jelas tidak mau merugi dengan melaksanakan kewajiban pembayaran sesuai putusan PHI. Si pengusaha tetap berdalih ingin mencari keadilan di PN. Situasi ini menyulitkan buruh, sudah di-PHK, pensangon belum dibayar malah tersandung pula gugatan sang pengusaha kepadanya yang nominalnya melebihi nilai pesangon yang seharusnya diterima. Quo vadis keadilan bagi buruh?

Sebagai kuasa hukum, ketika upaya eksepsi ditolak, maka dicoba untuk melakukan rekonvensi. Dari pengalaman, ini pun tetap merugikan buruh. Dalam putusan pengadilan, bila ada upaya rekonvensi-nya maka si tergugat (penggugat rekonvensi) meskipun gugatan penggugat awal (pengusaha) tidak dikabulkan, dihukum untuk membayar biaya perkara. So,,,sudah di PHK sepihak, pesangon tidak dibayar (nunggu proses kasasi), digugat di PN, dan putusan di PN menghukum buruh untuk membayar biaya perkara. Quo vadis keadilan bagi buruh? (Kasus di PN Sukabumi)

Untuk itu, ketika eksepsi ditolak dan perkara lanjut, untuk 3 perkara di PN Bandung tidak melakukan upaya rekonvensi lagi. dengan pertimbangan pengalaman dari perkara serupa di PN Sukabumi. Bisa dibanyangkan yang berberkara 139 tergugat dan 1 penggugat. Berapa besar biaya perkaranya bila harus ditanggung oleh buruh? Saat ini prosesnya sedang berjalan ditahap pembuktian, lucunya, bukti-bukti yang diajukan di PN ini sebagian besar merupakan bukti-bukti perkara PHI dulu. Biarkan sang hakim yang menilai! Quo Vadis keadilan bagi buruh?

Demikian mungkin sedikit sharing pengalaman, dan semoga membantu bagi yang memerlukannya.


Tanggapan

  1. wah menarik juga bud, klo kasusnya bisa dibuka lebih detail mungkin bisa kita lihat bareng-barenga (yah harus diperhatikan kode etik menjaga rahasia klien), tetapi yang gw tarik pengusaha menggugat buruhnya secara PMH di PN karena buruh melakukan perbuatan melawan hukum. tetapi harus diperhatikan kewenangan PHI kan pada PHK, Perselishan hak, perselisihan kepentingan, perselishan antara serikat buruh.

    Gw sih menolak PHI, tapi mungkin bisa dilihat penafsiran perselishan hak, ketika buruh melakukan perbauatn melawan hukum terhadap perusahaan kemudiaan buruh mengalami ganti rugi, seharusnya itu masih masuk dalam wewenang perselishan hak. (mungkin loe dah masukin di eksepsi)

    perselisihan hak mungkin belum banyak doktrinya (tapi bisa loe liat ada buku kompilasi putusan PHI yang dibuat oleh TURC harganya kurang lebih 200.000)

    beberapa kali gw pernah nanganin kasus anti union (kasus bambang wisudo dan Bank Mandiri) yang keduanya gw gugat PMH di PN, hasilnya kasus bambang wisudo kalah, dan Mandiri kena kompetensi absolut dengan pertimbangan para pihak adalah buruh dan pengusaaha, sehingga segala konflik yang terjadi harus diselesaikan di PHI.

    yah mungkin tulisan gw diatas dapat membantu, atau setidak-tidaknya dukungan kawan lama.

    Hidup Buruh
    Tolak PHI

    • @Toto Yuliyanto, SH.
      Informasi umumnya ja Bung Toto,he. Selebihnya kita share setengah kamar ajah,,,heheheh

  2. Ya ya ya…..
    mungkin itu satu masalah PMH yg bisa di jadikan koreksi untuk kita. Tapi saya ingin kasih usul yg rada usil sich, bagaiman kalo si pengusaha di buatkan perkara Pidana???bisa gk bung Budi coba??buat pengaduan masal tentang Penipuan dan Penggelapan gaji oleh Pengusaha terhadap buruh2nya???
    Kita sama2 tahu kalo masalah Perdata bakalan Sulit dan memakan wkt yg lama dlm memutus secara Tetap (tp kalo Advokat sich senang2 aja,semakin lama semakin banyak bayarannya..hehehe)
    Nah kalo sudah d buat perkara Pidana kan bisa sedikit Nego tuch sm Pengusahanya…jadikan posisi kita kuat dimata Lawan (Motto gw sich,hehehe)jd lawan sedikit berpikir untuk melawan kita.
    Jgn menyerah sama uang dr Pengusaha2 Banci yg cuma bisa NYOGOK dan NYOGOK lg…

    kalo si pengusaha gk jera2 baru buat Demo ke Istana, kirim masalahnya ke Koran atw Tv biar dibuat rame sekalian…hehehe (jgn d cob kalo msh bisa dimenangkan)
    Gw sendiri dah lihat bgm Advokat2 Senior menjadikan perkaranya menang…ya salah satunya lewat berita di Media Massa( supaya hakim sedikit tergugah,kan mereka jg baca koran atw nonton TV..meski mkn kemungkinannya kecil sich) Adnan Buyung,Todung Mulya,OC Kaligis,M assegaf,Sitompul bersaudara,juan felix..Dll menjadikan Media sebagai salah satu jurus ampuh menjaring opini massa…

  3. Good article…..terus menulis yang banyak Bud….


Tinggalkan Balasan ke Adit Batalkan balasan

Kategori